REP | 20 October 2012 | 19:16 Dibaca: 468 Komentar: 0 0
Sebuah tradisi yang digelar pada acara Festival Budaya Pasar Terapung 2012 di Banjarmasin adalah kegiatan masyarakat tempo dulu yang berhubungan dengan kehidupan agraris di Kalimantan Selatan, khususnya wilayah pegunungan dan pedalaman. Tradisi langka ini dinamakan ‘putaran’ karena alat yang digunakan sebagai pusat aktivitas adalah sekelompok orang yang memutar benda bulat seperti pohon dengan isi bulir padi. Semakin lama putaran semakin asyik gerakan tari yangdilakukan hingga bulir-bulir pada berubah menjadi beras. Alat putaran ini sekarang tidak lagi digunakan oleh masyarakat dalam kegiatan bertani ladang atau pertanian pasang surut, namun dalam tayangan di TV pernah menyaksikan masih dipakai oleh suku dayak di rumah lamin pedalaman Kalimantan Timur.
Untuk itulah tradisi putaran ini disajikan dalam bentuk sendratari massal oleh sekelompok masyarakat yang menceritakan siklus bertani dari kegiatan mengolah lahan, menanam benih, hingga memetik bulir padi dan terakhir menjadikan butiran beras. Kegiatan pertama adalah mengolah lahan dan menanam benih yang disebut ‘manugal’ ditarikan dengan ceria menggunakan tonggak kayu untuk membuat lobang dan menebar benih dalam lobang-lobang yang terserak.
Asyiknya alat yang digunakan dalam sendratari ini adalah bambu yang dikenal dengan nama kurung-kurung karena menimbulkan suara jika ujung bagian bawah dihentakkan ke tanah. Sehingga terjalin irama yang bersahutan ketika membuat lobang dan menebar benih dalam lobang tersebut dan sang penari pun semakin asyik bergerak riang gembira.
Kegiatan berikut adalah memelihara lahan hingga masa panen tiba. Dan puncak dari siklus pertanian ini adalah memanen padi yang biasanya dilakukan secara bersama, malah diberbagai even tarian acara panen padi ini selalu menjadi inspirasi koreografer. Begitu pula dalam sendratari tradisi putaran ini ditunjukkan dengan gerak yang dinamik dengan iringan lagu-lagu gamelan.
Sebuah tarian yang sangat menarik adalah melepaskan bulir padi dari tangkai batang padi yang dinamakan ‘bairik’ — ada yang khusus membuat panggung untuk kegiatan mairik — adapula yang hanya menggelar tikar di tanah dan mulailah nyanyian ahui hura ahui mengiringi gerak lincah kaki petani menari di atas tumpukan padi.
Akhir dari kegiatan adalah melepas bulir padi menjadi beras menggunakan alat yang diolah secara manual disebut ‘putaran’ dengan dua tangkai kayu sebagai pegangan. Sementara petani lain memasukkan bulir padi melalui atas dan lainnya lagi menunggu beras di bawah. Ada irama khusus yang menarik ketika putaran ini bergerak sehingga penonton yang menyaksiklan juga turut merasakan kegembiraan.
Serunya tradisi langka ‘putaran’ ini adalah saat usai masa panen padi. Masyarakat menjadikan alat ini sebagai permainan mengadu kekuatan memutar, baik untuk anak dan remaja maupun dewasa. Hal ini menjadi acara syukuran yang ditunggu petani di setiap kampung untuk mempersiapkan kelompok yang tangguh dalam lomba putaran ini. Lomba dapat dilakukan scara individu maupun kelompok dengan berbagai variasi dan komposisi peserta. Dan, tentu saja selama lomba dilaksanakan terdengar gamelan yang menyanyikan lagu-lagu gembira dengan hentakan gendang dan seruling.
Kelangkaan tradisi putaran yang tahun ini diangkat kembali melalui Festival Budaya Pasar Terapung memang momen yang sangat tepat, walaupun kita harus bersusah payah merelokasi pelestarian yang memang tidak banyak lagi dipahami generasi kini namun gambaran pertunjukkan sendratari ini mempertontonkan bagaimana kerukunan dan keuletan masyarakat dalam mengelola kehidupan bertani yang semakin punah dalam pengetahuan budaya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar