Senin, 02 September 2013

Tradisi Kaki Lotus di China

Footbinding atau pengikatan kaki adalah suatu tradisi yang dijalankan oleh wanita-wanita Cina pada zaman dulu dengan cara mengikat erat kaki seorang wanita hingga berukuran 3 inci ataukurang lebih 7 cm. Dalam bahasa Cina, pengikatan kaki disebut Chanzu, tetapi karena bentuknya yang menyerupai bunga lotus yang belum mekar, masyarakat Cina lebih mengenalnya dengan sebutan Jinlian yang berarti Bunga Lotus Emas.
Konon, tradisi lotus bermula 1000 tahun yang lalu pada saat seorang kaisardinasti Tang jatuh cinta pada penari yang menggunakan sepatu berukuran kecil.Berita tersebut beredar dan memuat masyarakat luas terobsesi untuk menirupenari tersebut. Sejak itu, kalangan menengah keatas menganggap kaki mungilsebagai lambang kecantikan jasmaniah. Kalangan kelas bawah juga melakukantradisi ini, karena dianggap mampu menaikkan kelas sosial mereka di masyarakatdan berharap seorang pria kaya raya akan menikahi mereka.
Seorang wanita yang akan menjalani proses pengikatan kaki atau footbinding biasanya berusia antara 5-7 tahun. Proses ini dilakukan sebelum lengkungan pada kaki mempunyai kesempatan untuk berkembang sebagaimana mestinya.
Meskipun proses ini bisa dilakukan lebih awal pada usia 2 tahun, ataupun dilakukan pada usia 12 atau 13 tahun, tetapi usia yang ideal untuk menjalankan tradisi ini adalah pada saat mereka berusia 6 tahun, karena pada saat itu sebagian besar tulang kaki masih merupakan tulang rawan, sehingga dapat lebih mudah dibentuk.
Ciri-ciri utama dari kaki sempurna menurut masyarakat Cina pada masyarakat tradisional Cina antarta lain:
  1. Panjang kaki tidak boleh lebih dari 3 inci
  2. Jarak kelengkungan antara tumit dan telapak kaki harus sedalam 2-3 inci.
  3. Telapak kaki harus tampak seperti perpanjangan kaki dan bukan tampak sebagai penopang tubuh.
Bisa dibayangkan berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk mementuk kaki yang dianggap sempurna dan bagaimana penderitaan yang harus mereka alami ketika menjalani proses pengikatan kaki tersebut

Leher Panjang, Standar Kecantikan di Thailand

detail berita
Wanita suku Kayan (Foto: Google)
CANTIK tidaklah selalu dalam kategori putih dan kulit mulus. Ada banyak standar unik lain yang diberlakukan dari setiap negara. Berikut ulasannya.

Putih, tinggi, mata besar, hidung mancung, bersih. Mungkin itu adalah beberapa standar kecantikan yang berlaku di Indonesia. Tapi tahukah Anda jika setiap kebudayaan di dunia memiliki standar kecantikan yang berbeda dan unik? Simak beberapa hal yang dianggap seksi di seluruh dunia, seperti dilansir Daily Mail.
Leher panjang
Wanita dari suku Kayan di Thailand mulai mengenakan cincin kuningan di leher saat mereka berusia lima tahun. Jumlah cincin akan ditambah saat mereka tumbuh dewasa untuk memanjang leher mereka. Leher super panjang dianggap cantik dan elegan di daerah ini. Wanita dewasa di kayan bahkan bisa memakai lebih dari 9 kg cincin di lehernya.

Guratan tubuh
Menurut suku Karo di Ethiopia, bekas luka pada wanita dianggap menarik dan super seksi. Guratan tubuh adalah bentuk perhiasan yang dihargai oleh orang-orang dari budaya ini. Mereka bahkan melakukan praktek menggurat tubuh sendiri.

Tubuh gemuk

Wanita Mauritania yang dipuji jika berat badannya naik dan terlihat gemuk. Gadis-gadis muda bahkan dikirim oleh orangtua mereka ke kamp-kamp di mana mereka dipaksa untuk makan 15.000 kalori per hari dalam upaya untuk "menggemukkan tubuh". Badan gemuk membuat wanita di sini lebih diinginkan sebagai istri, karena istri yang gemuk dipandang sebagai simbol status suaminya.


Fenomena Mayat berjalan tidak hanya menjadi sebuah cerita legenda belaka dari Toraja untuk generasi muda sekarang ini tetapi kisah nyata itu pun dari ratusan tahun yg lalu telah muncul kembali di Toraja, Berikut ini cerita seorang blogger, pengalamannya menyaksikan mayat berjalan. 


Sebagai orang Toraja asli, saya sangat sering ditanya oleh teman2 tentang uniknya kebudayaan Tana toraja khususnya tentang fenomena mayat berjalan. saya sendiri lahir dan tumbuh besar di Tana Toraja sehingga saya mengetahui tentang adat & kebudayaan di Tana Toraja walaupun tidak menguasai secara keseluruhan tentang asal usul dan segala macam tetek bengek adat Toraja. 


Cerita mayat berjalan sudah ada sejak dahulu kala. ratusan tahun yang lalu konon terjadi perang saudara di Tana toraja yakni orang Toraja Barat berperang melawan orang Toraja Timur. dalam peperangan tersebut orang Toraja Barat kalah telak karena sebagian besar dari mereka tewas, tetapi pada saat akan pulang ke kampung mereka seluruh mayat orang Toraja Barat berjalan, sedangkan orang Toraja Timur walaupun hanya sedikit yang tewas tetapi mereka menggotong mayat saudara mereka yang mati, karena kejadian tersebut maka peperangan tersebut dianggap seri. pada keturunan selanjutnya orang-orang Toraja sering menguburkan mayatnya dengan cara mayat tersebut berjalan sendiri ke liang kuburnya.
 


Fenomena “Mayat berjalan” itu saya sendiri pernah menyaksikannya secara langsung. kejadian tersebut terjadi sekitar tahun 1992 (saya baru kelas 3 SD). pada saat itu di desa saya ada seorang bernama Pongbarrak yang ibunya meninggal. seperti adat orang Toraja sang mayat tidak langsung dikuburkan tetapi masih harus melalui prosesi adat penguburan (rambu solo’). saat itu setelah dimandikan mayat sang ibu diletakkan di tempat tidur dalam sebuah kamar khusus sebelum dimasukkan kedalam peti jenasah. pada malam ketiga seluruh keluarga berkumpul untuk membicarakan bagaimana prosesi pemakaman yang akan dilaksanakan nanti. saat itu.

Sosok Terekam di Planet Mars

Sosok Terekam di Planet Mars



Apakah Planet Mars begitu sunyi tanpa kehidupan sama sekali? Perdebatan tentang hal tersebut semakin menghangat kembali saat foto sosok alien di permukaan Planet Mars beredar di internet.
Di dalam foto tersebut tampak sosok yang mirip dengan manusia tengah duduk di atas pinggiran batu. Foto yang dirilis NASA itu direkam wahana penjelajah Spirit tak lama setelah sukses mendarat di permukaan Mars. Spirit adalah salah satu dari wahana kembar milik NASA yang masih aktif menyusuri permukaan Planet Mars.

Munculnya foto tersebut langsung mendapat banyak tanggapan dan memicu berbagai spekulasi melalui posting blog dan forum di Internet. Sebagian blogger menilai sosok tersebut hanya trik kamera, sedangkan lainnya tetap yakin sebagai bukti keberadaan alien.
Ada yang menilai bentuknya mirip kurcaci, ada pula yang yakin sebagai sosok Bunda Maria. Orang-orang yang percaya makhluk misterius berpendapat itu adalah sosok Bigfoot, makhluk gunung berjalan tegak dan berbulu lebat yang memicu banyak legenda di berbagai belahan dunia.
Namun, rata-rata banyak yang sepakat bahwa bentuknya mirip sekali dengan patung Little Mermaid, karakter Putri Duyung yang ada di ibukota Denmark, Kopenhagen. “Mungkin dibuat peradaban alien yang kemudian meninggalkan Mars dan tinggal di Denmark,” tulis salah satu komentar di Internet.
Namun, pendapat yang ditulis di Badastromy.com memberikan tanggapan dari persepektif lain. “Seorang manusia? Ia hanyalah batu berukuran kecil yang tingginya beberapa inci. Jaraknya hanya beberapa kaki dari wahana penjelajah tersebut.”
Terlepas dari perdebatan tersebut, NASA mungkin tidak menganggap ada sesuatu yang aneh dalam foto ini. Manusia tidak mungkin hidup di permukaan Mars dengan kondisi saat ini, kecuali organisme renik yang tahan terhadap lingkungan yang ekstrim. Meskipun demikian, bukti-bukti kehidupan di Mars masih terus dicari.

(Trunyan, Bali) Tradisi Penguburan Mayat di Atas Tanah


Pulau Bali telah lama masyhur ke antero dunia akan keindahan alam dan budayanya. Jutaan turis dari dalam dan luar negeri bertandang ke pulau ini setiap tahunnya. Rasanya kita tidak akan kehabisan objek wisata menarik untuk dikunjungi selama di sana. Sebutlah beberapa diantaranya tempat wisata yang telah akrab ditelinga kita, Pantai Sanur, Kuta, Tanah Lot, Istana Tampak Siring, Bedugul, Kintamani, pementasan Tari Barong dan lain-lain, yang seolah-olah tidak akan habis daya pesonanya.

Selain dianugerahi alam yang sangat indah dan seni budaya yang eksotis, pulau yang dijuluki Pulau Seribu Pura ini juga memendam banyak hal-hal unik yang bisa menjadi daya tarik tersendiri bagi wisatawan. Salah satunya ada di Kawasan Desa Bali Aga (Bali Kuna) Trunyan yang berada di Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli. Desa kecil yang letaknya memencil di tepi Danau Batur dan di kaki Bukit Abang ini suasana kehidupan masyarakatnya masih menyiratkan corak masyarakat Bali tempo dulu dengan tradisinya yang masih dipegang kuat.

Salah satu tradisi desa adat Trunyan yang masih dijaga hingga kini adalah tradisi upacara kematian yang tidak ada bandingannya dengan daerah lain di dunia. Sebagaimana masyarakat Bali umumnya, Warga Desa Trunyan juga mengenal ngaben, namun di di desa ini mayatnya tidak dibakar. Di sini mayat mereka taruh begitu saja di sebuah areal hutan. Anehnya, mayat itu tak akan mengeluarkan bau busuk walaupun sudah disana selama berbulan-bulan.

Adat Desa Trunyan mengatur tata cara menguburkan mayat bagi warganya. Di desa ini ada tiga kuburan (sema) yang diperuntukan bagi tiga jenis kematian yang berbeda. Apabila salah seorang warga Trunyan meninggal secara wajar, mayatnya akan ditutupi kain putih, diupacarai, kemudian diletakkan tanpa dikubur di bawah pohon besar bernama Taru Menyan, di sebuah lokasi bernama Sema Wayah. Namun, apabila penyebab kematiannya tidak wajar, seperti karena kecelakaan, bunuh diri, atau dibunuh orang, mayatnya akan diletakan di lokasi yang bernama Sema Bantas. Sedangkan untuk mengubur bayi dan anak kecil, atau warga yang sudah dewasa tetapi belum menikah, akan diletakan di Sema Muda.

Mengapa mayat yang menggeletak begitu saja di sema itu tidak menimbulkan bau? Padahal secara alamiah, tetap terjadi penguraian atas mayat-mayat tersebut? Hal inilah yang menjadi daya tarik para wisatawan untuk mengunjungi lokasi wisata ini. Nah, konon sebabnya, di areal hutan tersebut terdapat sebuah pohon yang dikenal bernama Taru Menyan yang bisa mengeluarkan bau harum dan mampu menetralisir bau busuk mayat. Taru berarti pohon, sedang Menyan berarti harum. Pohon Taru Menyan ini, hanya tumbuh di daerah ini. Jadilah Tarumenyan yang kemudian lebih dikenal sebagai Trunyan yang diyakini sebagai asal usul nama desa tersebut.

Untuk mencapai Desa Wisata Trunyan, kita dapat berperahu motor dari desa Kadisan, Kintamani yang terletak sekitar 65 kilometer arah utara Kota Denpasar. Di Kintamani sendiri, kita akan dipuaskan oleh sajian panorama alam yang sangat eksotis. Perpaduan antara kilau air Danau Batur yang biru dengan latar belakang Gunung Batur yang menjulang. Ditambah dengan suhu udara yang sejuk, membuat suasana bertambah indah.

Desa Trunyan memiliki lima banjar (dusun), yang letaknya relatif berjauhan. Pusat desa ini adalah Trunyan, sebuah perkampungan yang terletak di tepi timur Danau Batur. Empat banjar lainnya adalah Banjar Madya, Banjar Bunut, Banjar Mukus, dan Banjar Puseh. Banjar Madya dan Banjar Bunut berada di sebelah selatan Desa Trunyan dan berbatasan langsung dengan Kabupaten Karangasem. Dari Desa Trunyan ke Banjar Bunut butuh waktu sekitar dua jam berjalan kaki. Itu pun melewati jalan setapak dan mendaki Bukit Abang. Warga Trunyan menyebut diri mereka sebagai Bali Turunan, yaitu orang yang pertama kali turun dari langit dan menempati tanah Pulau Bali. Sementara penduduk Bali lainnya disebut Bali Suku yang berasal dari Jawa, yang menyebar masuk pada masa kerajaan Majapahit

Setelah berperahu kurang lebih 30 menit dari Desa Kadisan Kintamani, kita akan tiba di sisi lereng Bukit Abang yang menjulang kokoh bak sebuah benteng istana. Dari Desa Trunyan sendiri, kita mesti berperahu menyusur kaki bukit Abang menuju lokasi kuburan, sekitar sepuluh menit. Kita akan tiba di sebuah pura yang terletak di kaki lereng Bukit Abang bagian barat, di tepi Danau Batur. Pura Dalem, namanya. Tidak jauh dari pura tersebut berdiri sebuah dermaga kayu yang berada persis di depan sepasang candi gerbang menuju lokasi Sema Wayah.

Berdiri di pinggir Dermaga kayu, Lagi-lagi kita disajikan dua keajaiban alam yang kontras namun mempesona. Menoleh ke arah barat, menyeberangi Danau Batur dengan riak-riak kecil airnya yang biru, menjulang Gunung Batur yang gagah dengan puncaknya yang terlihat jelas. Namun, begitu menengok ke arah timur, sebuah pohon besar menaungi sebentuk altar batu yang membersitkan aroma magis. Tidak ada sesajen bunga atau buah layaknya altar persembahyangan, yang ada hanya puluhan tengkorak manusia yang berjejer rapi.

Tak perlu takut. Karena setiap kehidupan akan berputar pada satu arah yang pasti. Justru objek ini mengingatkan kita pada akhir kehidupan, yang membuat kita menjauh dari segala macam kesombongan dan keangkuhan.

Toyabungkah

Perjalanan kembali dari Desa Trunyan ke Kadisan, ada baiknya kita mampir sejenak ke kawasan wisata toyabungkah. Obyek wisata ini berupa sumber mata air panas alam. Objek ini banyak dimanfaatkan oleh wisatawan untuk merendam badan karena dianggap dapat menyembuhkan penyakit khususnya penyakit kulit. Airnya ditampung pada suatu kolam kecil yang terletak disebelah danau batur. Toyabungkah termasuk wilayah Desa Batur terletak dikaki Gunung Batur atau dipinggir Barat Danau Batur yang jaraknya kurag lebih 6 km dari Desa Kedisan, 38 km dari Kota Bangli, dan 78 km dari Kota Denpasar.

Secara geografis Kabupaten Bangli, tempat Desa Trunyan ini berada merupakan satu-satunya wilayah Propinsi Bali yang tidak memiliki garis pantai. Namun demikian, potensi pariwisata alam yang dimilikinya tidak kalah menarik untuk kita nikmati . Selain objek wisata Kawasan Batur, yaitu Gunung Batur dan Danau Batur yang berada pada ketinggian 900 m di atas permukaan laut dengan suhu udaranya berhawa sejuk pada siang hari, dan dingin pada malam hari, terdapat juga Keunikan lainnya yakni peninggalan purbakala, Prasasti Trunyan. Konon riwayatnya pada tahun Saka 813 (891 Masehi), Raja Singhamandawa mengizinkan penduduk Turunan (Trunyan) membangun kuil. Kuil berupa bangunan bertingkat tujuh ini merupakan tempat pemujaan Bhatara Da Tonta.

Kuil bertingkat tujuh ini dinamakan Pura Turun Hyang. Di dalamnya tersimpan arca batu Megalitik yang dipercaya dan disakralkan masyarakat Trunyan sebagai arca Da Tonta. Kuil ini dikenal pula sebagai Pura Pancering Jaga. Setiap dua tahun sekali di pura ini digelar upacara besar. Tepatnya pada Purnama Sasih Kapat. Masyarakat Trunyan merayakannya dengan pementasan tarian sakral, Barong Brutuk dan tari Sanghyang Dedari.

Minggu, 01 September 2013

Tradisi Putaran yang Langka di Kalimantan Selatan

REP | 20 October 2012 | 19:16 Dibaca: 468    Komentar: 0    0

Sebuah tradisi yang digelar pada acara Festival Budaya Pasar Terapung 2012 di Banjarmasin adalah kegiatan masyarakat tempo dulu yang berhubungan dengan kehidupan agraris di Kalimantan Selatan, khususnya wilayah pegunungan dan pedalaman. Tradisi langka ini dinamakan ‘putaran’ karena alat yang digunakan sebagai pusat aktivitas adalah sekelompok orang yang memutar benda bulat seperti pohon dengan isi bulir padi. Semakin lama putaran semakin asyik gerakan tari yangdilakukan hingga bulir-bulir pada berubah menjadi beras. Alat putaran ini sekarang tidak lagi digunakan oleh masyarakat dalam kegiatan bertani ladang atau pertanian pasang surut, namun dalam tayangan di TV pernah menyaksikan masih dipakai oleh suku dayak di rumah lamin pedalaman Kalimantan Timur.
Untuk itulah tradisi putaran ini disajikan dalam bentuk sendratari massal oleh sekelompok masyarakat yang menceritakan siklus bertani dari kegiatan mengolah lahan, menanam benih, hingga memetik bulir padi dan terakhir menjadikan butiran beras. Kegiatan pertama adalah mengolah lahan dan menanam benih yang disebut ‘manugal’ ditarikan dengan ceria menggunakan tonggak kayu untuk membuat lobang dan menebar benih dalam lobang-lobang yang terserak.
Asyiknya alat yang digunakan dalam sendratari ini adalah bambu yang dikenal dengan nama kurung-kurung karena menimbulkan suara jika ujung bagian bawah dihentakkan ke tanah. Sehingga terjalin irama yang bersahutan ketika membuat lobang dan menebar benih dalam lobang tersebut dan sang penari pun semakin asyik bergerak riang gembira.
Kegiatan berikut adalah memelihara lahan hingga masa panen tiba. Dan puncak dari siklus pertanian ini adalah memanen padi yang biasanya dilakukan secara bersama, malah diberbagai even tarian acara panen padi ini selalu menjadi inspirasi koreografer. Begitu pula dalam sendratari tradisi putaran ini ditunjukkan dengan gerak yang dinamik dengan iringan lagu-lagu gamelan.
Sebuah tarian yang sangat menarik adalah melepaskan bulir padi dari tangkai batang padi yang dinamakan ‘bairik’ — ada yang khusus membuat panggung untuk kegiatan mairik — adapula yang hanya menggelar tikar di tanah dan mulailah nyanyian ahui hura ahui mengiringi gerak lincah kaki petani menari di atas tumpukan padi.
Akhir dari kegiatan adalah melepas bulir padi menjadi beras menggunakan alat yang diolah secara manual disebut ‘putaran’ dengan dua tangkai kayu sebagai pegangan. Sementara petani lain memasukkan bulir padi melalui atas dan lainnya lagi menunggu beras di bawah. Ada irama khusus yang menarik ketika putaran ini bergerak sehingga penonton yang menyaksiklan juga turut merasakan kegembiraan.
Serunya tradisi langka ‘putaran’ ini adalah saat usai masa panen padi. Masyarakat menjadikan alat ini sebagai permainan mengadu kekuatan memutar, baik untuk anak dan remaja maupun dewasa. Hal ini menjadi acara syukuran yang ditunggu petani di setiap kampung untuk mempersiapkan kelompok yang tangguh dalam lomba putaran ini. Lomba dapat dilakukan scara individu maupun kelompok dengan berbagai variasi dan komposisi peserta. Dan, tentu saja selama lomba dilaksanakan terdengar gamelan yang menyanyikan lagu-lagu gembira dengan hentakan gendang dan seruling.
Kelangkaan tradisi putaran yang tahun ini diangkat kembali melalui Festival Budaya Pasar Terapung memang momen yang sangat tepat, walaupun kita harus bersusah payah merelokasi pelestarian yang memang tidak banyak lagi dipahami generasi kini namun gambaran pertunjukkan sendratari ini mempertontonkan bagaimana kerukunan dan keuletan masyarakat dalam mengelola kehidupan bertani yang semakin punah dalam pengetahuan budaya.

Upacara Tradisi Kalimantan Selatan


Upacara Adat Kalimantan Selatan



Prosesi adat ini dikenal dengan Aruh Baharin, pesta syukuran yang dilakukan gabungan keluarga besar yang berhasil panen padi di pahumaan (perladangan) . Upacara Adat Aruh Baharin, Pesta yang berlangsung tujuh hari itu terasa sakral karena para balian yang seluruhnya delapan orang itu setiap malam menggelar prosesi ritual pemanggilan roh leluhur untuk ikut hadir dalam pesta tersebut dan menikmati sesaji yang dipersembahkan.
Selanjutnya, melakukan ritual Sampan Dulang atau Kelong. Ritual ini memanggil leluhur Dayak, yakni Balian Jaya yang dikenal dengan sebutan Nini Uri. Berikutnya, Hyang Lembang, ini proses ritual terkait dengan raja- raja dari Kerajaan Banjar masa lampau.
Para balian itu kemudian juga melakukan ritual penghormatan Ritual Dewata, yakni mengisahkan kembali Datu Mangku Raksa Jaya bertapa sehingga mampu menembus alam dewa. Sedangkan menyangkut kejayaan para raja Dayak yang mampu memimpin sembilan benua atau pulau dilakukan dalam prosesi Hyang Dusun.
lokasi terletak sekitar 250 kilometer utara Banjarmasin ,Desa Kapul, Kecamatan Halong, Kabupaten Balangan, Kalimantan Selatan. (Aruh Baharin, Pesta Padi Dayak Halong kompas.com)
Prosesi utarna Macceratasi adalah penyembelihan kerbau, kambing, dan ayam di pantai kemudian darahnya dialirkan ke laut dengan maksud memberikan darah bagi kehidupan laut. Dengan pelaksanaan upacara adat ini, masyarakat yang tinggal sekitar pantai dan sekitarnya, berharap mendapatkan rezeki yang melimpah dari kehidupan laut.
Selain Upacara Adat Macceratasi, Kabupaten Kota Baru juga mempunyai upacara adat lainnya, seperti Upacara Adat Babalian Tandik, yakni kegiatan ritual yang dilakukan oleh Suku Dayak selama seminggu. Puncak acara dilakukan di depan mulut Goa dengan sesembahan pemotongan hewan qurban. Upacara ini diakhiri dengan Upacara Badudus atau penyiraman Air Dudus. Biasanya yang didudus (disiram) seluruh pengunjung yang hadir sehingga mereka basah semua.


Upacara Adat Aruh Baharin, Upacara Adat Maccera Tasi, Upacara Adat Mallasung Manu, Upacara Adat Babalian Tandik  - Kalimantan Selatan
Upacara Adat Aruh Baharin
Lima balian (tokoh adat) yang memimpin upacara ritual ,berlari kecil sambil membunyikan gelang hiang (gelang terbuat dari tembaga kuningan) mengelilingi salah satu tempat pemujaan sambil membaca mantra, Dihadiri warga Dayak sekitarnya.
Upacara Adat Aruh Baharin, Prosesi berlangsung pada empat tempat pemujaan di balai yang dibangun sekitar 10 meter x 10 meter. Prosesi puncak dari ritual ini terjadi pada malam ketiga hingga keenam di mana para balian melakukan proses batandik (menari) mengelilingi tempat pemujaan. Para balian seperti kerasukan saat batandik terus berlangsung hingga larut malam dengan diiringi bunyi gamelan dan gong.
Untuk ritual pembuka, disebut Balai Tumarang di mana pemanggilan roh sejumlah raja, termasuk beberapa raja Jawa, yang pernah memiliki kekuasaan hingga ke daerah mereka.
Pada ritual-ritual tersebut, prosesi yang paling ditunggu warga adalah penyembelihan kerbau. Kali ini ada 5 kerbau. Berbeda dengan permukiman Dayak lainnya yang biasa hewan utama kurban atau sesaji pada ritual adat adalah babi, di desa ini justru hadangan atau kerbau.
warga dan anak-anak berebut mengambil sebagian darah hewan itu kemudian memoleskannya ke masing-masing badan mereka karena percaya bisa membawa keselamatan. Daging kerbau itu menjadi santapan utama dalam pesta padi tersebut.
”Baras hanyar (beras hasil panen) belum bisa dimakan sebelum dilakukan Aruh Baharin. Ibaratnya, pesta ini kami bayar zakat seperti dalam Islam,” kata Narang.
Sedangkan sebagian daging dimasukkan ke dalam miniatur kapal naga dan rumah adat serta beberapa ancak (tempat sesajian) yang diarak balian untuk disajikan kepada dewa dan leluhur.
Menjelang akhir ritual, para balian kembali memberkati semua sesaji yang isinya antara lain ayam, ikan bakar, bermacam kue, batang tanaman, lemang, dan telur. Ada juga penghitungan jumlah uang logam yang diberikan warga sebagai bentuk pembayaran ”pajak” kepada leluhur yang telah memberi mereka rezeki.
Selanjutnya, semua anggota keluarga yang menyelenggarakan ritual tersebut diminta meludahi beberapa batang tanaman yang diikat menjadi satu seraya dilakukan pemberkatan oleh para balian. Ritual ini merupakan simbol membuang segala yang buruk dan kesialan.
Akhirnya sesaji dihanyutkan di Sungai Balangan yang melewati kampung itu. Bagi masyarakat Dayak, ritual ini adalah ungkapan syukur dan harapan agar musim tanam berikut panen padi berhasil baik.
Upacara Adat Maccera Tasi
Upacara Adat Macceratasi merupakan upacara adat masyarakat nelayan tradisional di Kabupaten Kota Baru, Kalimantan Selatan. Upacara ini sudah berlangsung sejak lama dan terus dilakukan secara turun-temurun setiap setahun sekali. Beberapa waktu lalu, upacara ini kembali digelar di Pantai Gedambaan atau disebut juga Pantai Sarang Tiung.
Kerbau, kambing, dan ayam dipotong. Darahnya dilarungkan ke laut. Itulah bagian utama dari prosesi Upacara Adat Macceratasi. Kendati intinya hampir sama dengan upacara laut yang biasa dilakukan masyarakat nelayan tradisional lainnya. Namun upacara adat yang satu ini punya hiburan tersendiri. 
Sebelum Macceratasi dimulai terlebih dahulu diadakan upacara Tampung Tawar untuk meminta berkah kepada Allah SWT. Sehari kemudian diadakan pelepasan perahu Bagang dengan memuat beberapa sesembahan yang dilepas beramai-ramai oleh nelayan bagang, baik dari Suku Bugis, Mandar maupun Banjar. Keseluruhan upacara adat ini sekaligus melambangkan kerekatan kekeluargaan antarnelayan.
Untuk meramaikan upacara adat ini, biasanya disuguhkan hiburan berupa kesenian hadrah, musik tradisional, dan atraksi pencak silat. Usai pelepasan bagang, ditampilkan atraksi meniti di atas tali yang biasa dilakukan oleh lelaki Suku Bajau. Atraksi ini pun selalu dipertunjukkan bahkan dipertandingkan pada saat Upacara Adat Salamatan Leut (Pesta Laut) sebagai pelengkap hiburan masyarakat.